PARAMETER DEMOKRASI DALAM PENUNJUKAN PENJABAT KEPALA DAERAH
Abstract
Penundaan pelaksanaan pilkada pada tahun 2022 serta 2023 mendatang berpotensi menyebabkan terjadinya kekosongan jabatan di lingkup pemerintahan daerah. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah menerapkan kebijakan penunjukan penjabat kepala daerah sebagai mekanisme untuk mengatasi kekosongan jabatan tersebut. Namun kebijakan tersebut nampaknya mendapat penolakan dari masyarakat dikarenakan kebijakan tersebut banyak mengandung problematika di dalamnya. Salah satu problematika dalam penunjukan penjabat kepala daerah yang banyak mendapatkan sorotan dari publik adalah tidak terbukanya ruang partisipasi masyarakat dalam proses penunjukan penjabat kepala daerah. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif tulisan ini berusaha mengupas problematika tersebut. hasil penelitian menunjukkan bahwa penunjukkan penjabat kepala daerah tidak melibatkan pertisipasi masyarakat dalam proses rekruitemnnya yang telah menciderai nilai-nilai demokrasi. Selain itu, penunjukan penjabat kepala daerah yang mengabaikan partisipasi masyarakat menimbulkan permasalahan baru, mulai dari penghidupan kembali peran dwi fungsi ABRI, disharmonisasi antar penyelenggara pemerintah daerah, dan bertentangan dengan penyelenggaraan otonomi daerah yang seluas-luasnya.
Article metrics
Abstract views : 366 | views : 219 | views : 165Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Program Studi Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Gorontalo Jl. Prof. Mansoer Pateda, Telaga Biru, Pentadio Timur, Gorontalo | ||
      |
|
|
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License. |